Mengupas Karya Sang Serigala

Pameran Fotografi Remastered Edition Karya Julian Sihombing di Jakarta, Selasa (22/01)
Tubuh Rizky Rah­mawati Pasaribu tergeletak, matanya terbelalak menatap langit. Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu masih berbalut jas almameter dan terlilit spanduk yang baru saja digunakan ber­demonstrasi. Belasan pasukan anti huru-hara yang melatar-belakanginya terlihat berlari di jalan Kyai Tapa tepat di depan Universitas Trisakti, Jakarta Barat, 12 Mei 1998.
Sebagai seorang pewarta foto, Julian saat di lokasi ke­jadian langsung mengabadikan momen tersebut. Hasil jepretan­nya kemudian menjadi headline foto di media tempatnya bekerja bersamaan dengan berita ter­tembaknya enam mahasiswa Trisakti.
Karya monumental Julian tersebut beserta 31 frame foto lainnya dipamerkan selama se­bulan penuh mulai 16 Januari lalu di Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA), Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kurator GFJA Oscar Motuloh mengemukakan peristiwa yang diabadikan Julian lima belas tahun silam tersebut adalah dokumentasi sejarah visual yang merekam saat-saat genting di tanah air.
Pada saat mengambil gam­bar terebut, Julian menurut Oscar tengah berada di usia kematangannya sebagai seorang pewarta foto. Julian hadir di tengah titik api peristiwa untuk mewartakan opini visualnya. Foto yang diterbitkan oleh Harian Kompas edisi 13 Mei 1998 tersebut menurut Oscar menjadi semangat perlawa­nan terhadap rezim Soeharto. Bahkan menjadi pemantik yang menghantarkan Soeharto untuk lengser keprabon lebih cepat dari yang diduga. “Sejak itu fotografi jurnalistik memeper­lihatkan kekuatan subyektifnya untuk berdiri pada nurani mereka yang tertindas,” ujarnya.
Pameran foto dan peluncuran buku fotografi Remastered Edition karya Julian Sihombing di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, Selasa (22/01).
Karya Julian lain yang di­pamerkan, mulai dari keindahan Danau Toba dan upacara adat Huta Tinggi di Sumatera Utara. Karya lainnya adalah Cakrawala di Gunung Merapi, Yogyakarta, lautan pasir di Gunung Bromo, lumpur Sidoarjo hingga seekor komodo sedang menjulurkan lidahnya yang bercabang dua di Pulau Komodo tak luput dari jepretan Julian.
Julian yang dilahirkan di Jakarta pada 15 Januari 1959 adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Kakak sulungnya, Bertram dan kakak ketiganya Nahot adalah adalah pecinta fotografi. Bahkan, bungsu dari keluarga Sihombing yang bernama Ucok juga mengikuti jejak kakaknya menjadi seorang fotografer olahraga profesional.
Sementara Julian sendiri se­menjak duduk di bangku SMA 6, Jakarta telah dikenal sebagai seorang pelajar yang hobi ber­main basket dan fotografi.
Namun, baru setelah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indone­sia tahun 1980 yang ketika itu masih bertempat di Rawaman­gun, Julian pertama kali me­miliki sebuah kamera. Kamera pertamanya adalah kamera Single Lens Reflect bemerek Canon seri AE1.
Karier profesional Julian sebagai seorang fotografer per­tama kali dimulai tahun 1987 di Majalah Berita Bergambar Jakarta-Jakarta. Pada saat itu majalah tersebut dipimpin oleh Noorca Marendra Masardi. Melalui testimoni tertulisnya, Yudhi Soerjoatmojo, yang juga memulai karir di tempat dan waktu bersamaan dengan Julian mengutarakan pewarta foto ke­tika itu serba kesu­litan mendapatkan peralatan yang jumlahnya sangat terbatas dan harg­anya sangat mahal.
“Namun menurut Yudhi, itu belum apa-apa bila dibanding-kan dengan pengetahuan yang lebih langka lagi,” ujarnya.
Untuk mem­peroleh referensi, dirinya bersama dengan Julian sebagai dua orang fotografer yang baru saja memulai karir harus puas dengan terbitan yang umumnya lebih bersifat praktis layaknya buku petunjuk. Buku-buku tersebut antara lain adalah Mat Kodak: Melihat Untuk Sejuta Mata terbitan tahun 1985 karya redaktur foto Majalah Tempo Ed Zoelverdi atau Fotografi untuk Pelajar (1985) karya Ketua Perkumpu­lan Amatir Foto Bandung (PAF) Prof. Dr. RM Sularko.
“Di luar itu silahkan men­goperk-oprek sendiri di Pasar Senen,” ujarnya.
Namun, Julian adalah seorang pembelajar yang baik. Oscar menobatkan Julian seba­gai pewarta foto paling ber­pengaruh di belantara fotografi jurnalistik Indonesia setelah angkatan mendiang Ed Zoelver­di yang membangun citra fotografi di Tempo dan Kartono Ryadi, editor foto Kompas yang meletakkan cita rasa tinggi pada foto jurnalistik.
Pengunjung mengamati foto karya Julian Sihoming di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, Selasa (22/01).
Julian adalah seorang fotografer yang sadar untuk mengembangkan diri secara maksimal meskipun secara umum generasi sezamannya hidup dan berkembang secara otodidak. Oscar mengatakan Julian bergaul layaknya seri­gala yang secara natural hidup berkelompok. “Namun dalam meniti karirnya dia memancar­kan semangat seperti serigala penyendiri,” ujarnya.
Mungkin kesendirian itu pula yang membuat Ju­lian melang­kah perla­han-lahan mendekati Tubuh Rizky Rahmawati Pasaribu yang juga tergeletak sendi­rian usai menggelar demonstrasi lima belas tahun silam. Demonstrasi yang akh­irnya berhasil menjatuhkan Jenderal Besar Soeharto yang telah bercokol sebagai presiden selama 32 tahun.

0 komentar:

Copyright © 2012 Forum Komunikasi Mahasiswa Lombok-DIY.